Disaat
kebanyakan orang merayakan tahun baru, saya memilih berada di kamar. Menyendiri
merenungi, dan kemudian menulis catatan akhir tahun. Sebenarnya kepengen ke
Mendaki Bromo, ada tawaran untuk berekspedisi ke sana menancapkan bendera IPNU,
dan menyaksikan sunrise pertama di Tahun 2013, namun karena beberapa
pertimbangan saya membatalkan rencana itu.
Malam
pergantian tahun ini, Surabaya hujan. Tidak begitu deras sebenarnya, tapi tak
kunjung reda. Baru mendekati tengah malam, hujan mulai memberhentikan
rintikannya. Mungkin ingin menyaksikan ledakan kembang api, atau memang sudah
saatnya berhenti saya tidak tahu, yang jelas suara kembang api menggemuruhi
langit Surabaya saat ini. Saya hanya bisa mendengarkan gemuruhnya tanpa ikut menyulutnya.
Baru
kira-kira pukul 00:30 saya keluar kamar. Menuju tempat pesta tahun baru bersama
kawan-kawan FKMB (Forum Komunikasi Mahasiswa Bojonegor) di Frontage Ahmad Yani
depan Kapolda. Sampai pukul 02;00 saya disana. Bakar-bakar jagung. Sayangnya
saya tidak kebagian jagung yang layak. Hanya tersisa jagung yang tidak enak
untuk dibakar karena terlalu muda, dan cocok kalau di sayur menir.
Disela-sela
itu saya mengisinya dengan berasyik-ria bersama kawan-kawan FKMB, maen ABC.
Dengan memasang jari tangan dan kemudian menghitung ABC dan seterusnya hingga
hitungan jari terakhir. Di hitungan terakhir itulah kami saling menebak
nama-nama iklan yang sering nongol di TV. Karena saya jarang nonton TV, kurang
begitu hafal nama-nama iklan, jadi sering kalah. Hukumannya minum air. Dengan
diiringi gelak tawa, kami begitu menikmati permainan ini. Sampai tak terasa
bahwa waktu sudah pagi.
***
Mulai
siang hujan kembali mengguyur Surabaya. Sehingga memaksa saya untuk tidak
melakukan apa-apa, hanya menonton film. The
Freedom Writers Diary, film yang saya pilih untuk ditonton. Film ini secara
umum mengisahkan tentang pendidikan, kepenulisan, dan persahabatan.
Tokoh
utamanya adalah seorang guru baru disebuah sekolah yang mengajar dengan sistem
berbeda dari sistem pada umumnya. Sehingga ada guru lain yang menolak dengan
cara mengajarnya. Namun para siswa sangat menikmati dengan sistem pembelajaran
yang guru itu terapkan. Para siswa disuruh untuk membaca buku catatan harian
Anne Frank (The Diary of Anne Frank).
Disinilah sebenarnya letak inti dari film ini yakni tentang kekuatan sebuah
tulisan, khususnya Catatan Harian (Diary)
yang mampu menjadikan si penulis terkenang dan bahkan bisa mempengaruhi si
pembaca.
Kalian
tahu kan Anne Frank? Anne Frank adalah remaja putri biasa berkebangsaan Belanda
keturunan Yahudi. Ia mulai menulis diarynya pada ulang tahun ke-13, dan
mengakhirinya pada usia 15 tahun. Diary yang disebutnya dengan “Kitty” ini
adalah hadiah ulang tahun dari keluarganya saat itu, dan mulai diisinya dengan
berbagai curahan hati yang dia rasakan. Mulai dari deskripsi tentang sahabat
dan teman sekolahnya, hingga kegemaran, nilai yang diperoleh, situasi sekolah,
hingga kecintaannya pada Belanda, negerinya.
Anne
adalah anak kedua dari 2 bersaudara, dengan Margot sebagai kakak yang berselang
beberapa tahun darinya. Anne tumbuh dalam keluarga yang cukup secara finansial,
ayah yang sangat memperhatikan, dan ibu yang terus berada di rumah namun tak
pernah dekat dengan Anne. Untuk beberapa alasan, Anne tak pernah bisa dekat dengan
ibu dan kakaknya, hanya ayahnya yang sangat dia kagumi dan bisa menjadi
temannya di rumah.
Diary
ini mungkin tak akan menjadi sesuatu yang spesial jikalau saat itu Nazi Jerman
tak mulai menginvasi Belanda dan menyingkirkan orang keturunan Yahudi. Masa
pelarian dan persembunyian keluarga Frank pun dimulai, di Secret Annex, bersama
dengan 3 orang dari keluarga van Peels/van Daan, dan seorang yang dokter gigi
bernama Albert Dussel.
Kisah
dalam buku ini bukanlah fiksi, karena ini adalah tuangan isi hati seorang Anne
yang harus menghabiskan 2 tahun masa remajanya di persembunyian berupa loteng
sempit bersama 7 orang lainnya. Bayangkan bagaimana rasanya 2 tahun berada di
tempat tertutup dengan fasilitas kebersihan alakadarnya, dan makanan yang
terbatas karena harus diselundupkan oleh Bep, Miep, Jan, Kugler dan Kleiman –
orang-orang Belanda yang baik hati dan mendasarkan tindakan mereka pada rasa
kemanusiaan dan kasih, bukan perbedaan ras.
Anne
mengisahkan pergumulan hatinya dengan sang ibu yang tak pernah membanggakannya,
perbedaannya dengan sang kakak yang begitu memisahkan mereka, serta rasa sayang
dan hormatnya pada sang ayah meski disertai juga dengan sikap berontak seorang
remaja. Di tempat pengasingan seperti itu, rasa cinta dan tertarik pun muncul
dari Anne pada Peter van Daan, berawal dari terbiasanya hidup dan belajar
bersama, hingga saling berbagi curahan hati.
Intrik
dan konflik pun tak hentinya terjadi, antara Nyonya Frank dan Nyonya van Daan,
Tuan Frank dan Tuan van Daan, maupun Dussel dengan Anne, dan yang lainnya. Ada
8 kepala dengan 8 karakter yang berlainan, tinggal dalam tempat sempit bersama,
tanpa pernah terpisah, dan keluar menikmati udara segar selama 2 tahun, pantas
saja menimbulkan beragam konflik panas-dingin. Mulai dari masalah makanan
(kentang) hingga masalah berita politik di radio, bisa berkepanjangan menjadi
debat maupun perang dingin.
Bukan
hanya perihal tinggal bersama itu yang harus diatasi, rasa takut dan gentar
kalau-kalau Nazi Jerman menemukan tempat persembunyiannya pun terus membuat
mereka tegang. Dalam krisis itulah terlihat kepribadian asli masing-masing. Ada
yang sanggup saling membantu, namun ada juga yang sibuk mengurus dirinya
sendiri hingga tak memikirkan kebutuhan yang lain. Harapan mereka akan dapat
keluar dengan selamat setelah perang berakhir, ternyata tak terkabul. Pihak
Jerman mengetahui terlebih dahulu, sehingga semuanya ditangkap dan diasingkan
ke tempat tahanan masing-masing, mulai dari Auswitch hingga tempat lainnya di
penjuru Jerman, dan negara lain di sekitarnya.
Anne
seorang remaja yang jujur dan mengakui isi hatinya, paling tidak kepada
diarynya, yang ia jaga dengan segenap kekuatannya. Membaca tulisannya seakan
membaca sebagian ketakutan dan kegalauan yang dialami seorang remaja, tentang
pergaulan, seks, hubungan dengan keluarga, dan ketertarikan pada lawan jenis.
Anne adalah seorang gadis yang sangat menyukai sejarah, namun tak terampil
dalam ilmu yang melibatkan angka. Anne seorang yang murah senyum dan ceria,
hangat dan bersahabat. Terlihat dari beberapa fotonya yang juga ditampilkan di
buku ini, Anne memiliki banyak sahabat dan tampaknya sempat memiliki kehidupan
remaja yang berbahagia.
***
Saya
menjadi lebih semangat lagi untuk menulis catatan harian setelah menonton film
ini. Mungkin dengan cara menuliskan segala aktivitas keseharian bisa membuat
saya merasa bahwa saya pernah melaksanakan aktivitas itu sebelumnya. Meskipun
hanya sekedar celotehan yang mungkin bagi sebagian orang dianggap sesuatu yang
lebay, namun bagi saya ini bukan masalah lebay atau tidak, ini adalah maslah
kepuasan batin. Ketika saya mampu merangkum segala aktivitas hari ini kepuasan
batin itu akan terasa.
Hujan
belum juga reda sampai setelah Isya’. Dengan membawa paying saya pergi ke
penjahit untuk menjahitkan seragam yang dulu sempat tertunda. Pulang, mampir di
kost teman, menonton film Tentang Palestina. Filmnya seru, tentang perlawanan
warga palestina melawan tentara Israel yang membabi buta menyerang warga
palestina yang tak berdosa. Dengan dibantu intelegen dari Turki akhirnya Warga
palestina berhasil mengalahkan otak dari tentara Israel, Moesha.
Pulang
pukul, 22:00 Pintu pagar ditutup akhirnya naik lewat samping. Mengesankan malam
ini dengan ditemani suara kipas angin, saya menyelesaikan catatan ini hingga
pukul 01:47 WIB.
Muhammad
Ali Murtadlo, 02 Januari 2013