Selasa, 01 Januari 2013


Disaat kebanyakan orang merayakan tahun baru, saya memilih berada di kamar. Menyendiri merenungi, dan kemudian menulis catatan akhir tahun. Sebenarnya kepengen ke Mendaki Bromo, ada tawaran untuk berekspedisi ke sana menancapkan bendera IPNU, dan menyaksikan sunrise pertama di Tahun 2013, namun karena beberapa pertimbangan saya membatalkan rencana itu.
Malam pergantian tahun ini, Surabaya hujan. Tidak begitu deras sebenarnya, tapi tak kunjung reda. Baru mendekati tengah malam, hujan mulai memberhentikan rintikannya. Mungkin ingin menyaksikan ledakan kembang api, atau memang sudah saatnya berhenti saya tidak tahu, yang jelas suara kembang api menggemuruhi langit Surabaya saat ini. Saya hanya bisa mendengarkan gemuruhnya tanpa ikut menyulutnya.
Baru kira-kira pukul 00:30 saya keluar kamar. Menuju tempat pesta tahun baru bersama kawan-kawan FKMB (Forum Komunikasi Mahasiswa Bojonegor) di Frontage Ahmad Yani depan Kapolda. Sampai pukul 02;00 saya disana. Bakar-bakar jagung. Sayangnya saya tidak kebagian jagung yang layak. Hanya tersisa jagung yang tidak enak untuk dibakar karena terlalu muda, dan cocok kalau di sayur menir.
Disela-sela itu saya mengisinya dengan berasyik-ria bersama kawan-kawan FKMB, maen ABC. Dengan memasang jari tangan dan kemudian menghitung ABC dan seterusnya hingga hitungan jari terakhir. Di hitungan terakhir itulah kami saling menebak nama-nama iklan yang sering nongol di TV. Karena saya jarang nonton TV, kurang begitu hafal nama-nama iklan, jadi sering kalah. Hukumannya minum air. Dengan diiringi gelak tawa, kami begitu menikmati permainan ini. Sampai tak terasa bahwa waktu sudah pagi.
***
Mulai siang hujan kembali mengguyur Surabaya. Sehingga memaksa saya untuk tidak melakukan apa-apa, hanya menonton film. The Freedom Writers Diary, film yang saya pilih untuk ditonton. Film ini secara umum mengisahkan tentang pendidikan, kepenulisan, dan persahabatan.
Tokoh utamanya adalah seorang guru baru disebuah sekolah yang mengajar dengan sistem berbeda dari sistem pada umumnya. Sehingga ada guru lain yang menolak dengan cara mengajarnya. Namun para siswa sangat menikmati dengan sistem pembelajaran yang guru itu terapkan. Para siswa disuruh untuk membaca buku catatan harian Anne Frank (The Diary of Anne Frank). Disinilah sebenarnya letak inti dari film ini yakni tentang kekuatan sebuah tulisan, khususnya Catatan Harian (Diary) yang mampu menjadikan si penulis terkenang dan bahkan bisa mempengaruhi si pembaca.
Kalian tahu kan Anne Frank? Anne Frank adalah remaja putri biasa berkebangsaan Belanda keturunan Yahudi. Ia mulai menulis diarynya pada ulang tahun ke-13, dan mengakhirinya pada usia 15 tahun. Diary yang disebutnya dengan “Kitty” ini adalah hadiah ulang tahun dari keluarganya saat itu, dan mulai diisinya dengan berbagai curahan hati yang dia rasakan. Mulai dari deskripsi tentang sahabat dan teman sekolahnya, hingga kegemaran, nilai yang diperoleh, situasi sekolah, hingga kecintaannya pada Belanda, negerinya.
Anne adalah anak kedua dari 2 bersaudara, dengan Margot sebagai kakak yang berselang beberapa tahun darinya. Anne tumbuh dalam keluarga yang cukup secara finansial, ayah yang sangat memperhatikan, dan ibu yang terus berada di rumah namun tak pernah dekat dengan Anne. Untuk beberapa alasan, Anne tak pernah bisa dekat dengan ibu dan kakaknya, hanya ayahnya yang sangat dia kagumi dan bisa menjadi temannya di rumah.
Diary ini mungkin tak akan menjadi sesuatu yang spesial jikalau saat itu Nazi Jerman tak mulai menginvasi Belanda dan menyingkirkan orang keturunan Yahudi. Masa pelarian dan persembunyian keluarga Frank pun dimulai, di Secret Annex, bersama dengan 3 orang dari keluarga van Peels/van Daan, dan seorang yang dokter gigi bernama Albert Dussel.
Kisah dalam buku ini bukanlah fiksi, karena ini adalah tuangan isi hati seorang Anne yang harus menghabiskan 2 tahun masa remajanya di persembunyian berupa loteng sempit bersama 7 orang lainnya. Bayangkan bagaimana rasanya 2 tahun berada di tempat tertutup dengan fasilitas kebersihan alakadarnya, dan makanan yang terbatas karena harus diselundupkan oleh Bep, Miep, Jan, Kugler dan Kleiman – orang-orang Belanda yang baik hati dan mendasarkan tindakan mereka pada rasa kemanusiaan dan kasih, bukan perbedaan ras.

Anne mengisahkan pergumulan hatinya dengan sang ibu yang tak pernah membanggakannya, perbedaannya dengan sang kakak yang begitu memisahkan mereka, serta rasa sayang dan hormatnya pada sang ayah meski disertai juga dengan sikap berontak seorang remaja. Di tempat pengasingan seperti itu, rasa cinta dan tertarik pun muncul dari Anne pada Peter van Daan, berawal dari terbiasanya hidup dan belajar bersama, hingga saling berbagi curahan hati.
Intrik dan konflik pun tak hentinya terjadi, antara Nyonya Frank dan Nyonya van Daan, Tuan Frank dan Tuan van Daan, maupun Dussel dengan Anne, dan yang lainnya. Ada 8 kepala dengan 8 karakter yang berlainan, tinggal dalam tempat sempit bersama, tanpa pernah terpisah, dan keluar menikmati udara segar selama 2 tahun, pantas saja menimbulkan beragam konflik panas-dingin. Mulai dari masalah makanan (kentang) hingga masalah berita politik di radio, bisa berkepanjangan menjadi debat maupun perang dingin.
Bukan hanya perihal tinggal bersama itu yang harus diatasi, rasa takut dan gentar kalau-kalau Nazi Jerman menemukan tempat persembunyiannya pun terus membuat mereka tegang. Dalam krisis itulah terlihat kepribadian asli masing-masing. Ada yang sanggup saling membantu, namun ada juga yang sibuk mengurus dirinya sendiri hingga tak memikirkan kebutuhan yang lain. Harapan mereka akan dapat keluar dengan selamat setelah perang berakhir, ternyata tak terkabul. Pihak Jerman mengetahui terlebih dahulu, sehingga semuanya ditangkap dan diasingkan ke tempat tahanan masing-masing, mulai dari Auswitch hingga tempat lainnya di penjuru Jerman, dan negara lain di sekitarnya.
Anne seorang remaja yang jujur dan mengakui isi hatinya, paling tidak kepada diarynya, yang ia jaga dengan segenap kekuatannya. Membaca tulisannya seakan membaca sebagian ketakutan dan kegalauan yang dialami seorang remaja, tentang pergaulan, seks, hubungan dengan keluarga, dan ketertarikan pada lawan jenis. Anne adalah seorang gadis yang sangat menyukai sejarah, namun tak terampil dalam ilmu yang melibatkan angka. Anne seorang yang murah senyum dan ceria, hangat dan bersahabat. Terlihat dari beberapa fotonya yang juga ditampilkan di buku ini, Anne memiliki banyak sahabat dan tampaknya sempat memiliki kehidupan remaja yang berbahagia.
***
Saya menjadi lebih semangat lagi untuk menulis catatan harian setelah menonton film ini. Mungkin dengan cara menuliskan segala aktivitas keseharian bisa membuat saya merasa bahwa saya pernah melaksanakan aktivitas itu sebelumnya. Meskipun hanya sekedar celotehan yang mungkin bagi sebagian orang dianggap sesuatu yang lebay, namun bagi saya ini bukan masalah lebay atau tidak, ini adalah maslah kepuasan batin. Ketika saya mampu merangkum segala aktivitas hari ini kepuasan batin itu akan terasa.
Hujan belum juga reda sampai setelah Isya’. Dengan membawa paying saya pergi ke penjahit untuk menjahitkan seragam yang dulu sempat tertunda. Pulang, mampir di kost teman, menonton film Tentang Palestina. Filmnya seru, tentang perlawanan warga palestina melawan tentara Israel yang membabi buta menyerang warga palestina yang tak berdosa. Dengan dibantu intelegen dari Turki akhirnya Warga palestina berhasil mengalahkan otak dari tentara Israel, Moesha.
Pulang pukul, 22:00 Pintu pagar ditutup akhirnya naik lewat samping. Mengesankan malam ini dengan ditemani suara kipas angin, saya menyelesaikan catatan ini hingga pukul 01:47 WIB.

Muhammad Ali Murtadlo, 02 Januari 2013

Leave a Reply